HASIL AKSI NYATA MODUL 1.2 – NILAI & PERAN GURU PENGGERAK
Latar belakang
Pada dasarnya, penulis selaku CGP, telah
memahami nilai-nilai yang mendasari Merdeka Belajar yang berpihak pada anak
berbasis Refleksi Diri, namun belum ada konsistensi dalam melaksanakannya,
terutama dalam merealisasikan di kelas pembelajaran. Sementara itu, lingkungan belum
sepenuhnya kondusif atau belum optimal untuk kolaborasi Merdeka Belajar.
Kondisi ini terkait dengan latar belakang dan kebiasaan warga sekolah selama
ini, terutama siswa-siswanya yang berasal dari keluarga berada. Mereka terbiasa
mendapatkan fasilitas pribadi baik dalam pendampingan belajar, aktivitas
keluarga besar yang homogen, dan lain sebagainya, sehingga pengalaman belajar
nyata untuk kondisi yang lebih heterogen cenderung terbatas. Pada dasarnya,
warga sekolah memahami nilai positif dari lingkungan belajar/pendidikan yang
kondusif. Namun, dalam pelaksanaannya bisa mengacu atau memberikan prioritas
pada hal yang berbeda-beda. Karena itu, untuk melihat dampak yang lebih besar,
diperlukan prioritas dan kolaborasi dalam langkah ini. Di sinilah Guru
Penggerak mengambil peran nyata, mulai dari memberikan teladan awal di kelas
pembelajarannya, hingga memberikan stimulasi yang diintegrasikan dengan program
sekolah.
Tujuan
Aksi nyata kali ini bertujuan untuk
memberikan stimulasi pribadi terlebih dahulu kepada penulis agar memiliki
konsistensi dan keterampilan yang berkembang dalam melakukan refleksi diri
sebagai dasar untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran,
sehingga anak merasakan aman dan nyaman saat belajar. Pada poin ini, pada saat
yang bersamaan, penulis menguatkan perubahan yang telah dilakukan sebagai hasil
dari Aksi Nyata pertama. Hanya saja, rasa aman dan nyaman dalam belajar kini
akan didukung dengan nilai lebih pada sisi toleransi dan kolaborasi dengan
memberikan pengalaman belajar nyata yang terintegrasi baik dari sisi
materi/topik terkait yang diselipkan, maupun lewat aktivitas pembelajaran yang
mengedepankan aspek toleransi dan kolaborasi dalam keberagaman.
Selanjutnya, penulis dapat mengambil peran memimpin
transformasi belajar secara bertahap dengan melakukan sosialisasi dan
kolaborasi mini terkait Merdeka Belajar, sehingga dampak suasana belajar
Merdeka dirasakan murid pada mata pelajaran lainnya, bahkan terintegrasi dalam
program-program sekolah. Diharapkan, kolaborasi berbasis refleksi diri atas
pemahaman toleransi dalam keberagaman menjadi topik yang dapat diintegrasikan
dan dikembangkan dalam pembelajaran secara intensif di mata pelajaran dan
program sekolah.
Tolok Ukur
Aksi nyata ini dapat dikatakan berhasil
apabila pada kelas/pembelajaran yang ditargetkan oleh penulis mampu menampilkan
persentase minimal 80% terkait rasa nyaman/aman murid saat belajar karena terciptanya
suasana penuh toleransi dan kolaborasi. Sedangkan secara umum, rasa nyaman dan
aman yang dialami oleh siswa dalam ruang mini kolaborasi mencapai minimal 75%,
baik dari sisi pengalaman belajar maupun hasil refleksi atas Pendidikan
Karakter terkait toleransi dan kolaborasi.
Selanjutnya akan disampaikan realisasi
dari Aksi Nyata ini sesuai dengan alur linimasa yang telah dirancang dengan
beberapa penyesuaian. Pada pekan pertama dilakukan refleksi yang akan digunakan
sebagai bahan untuk merancang pembelajaran yang mengusung nilai toleransi dan
kolaborasi baik variasi topik maupun bentuk-bentuk aktivitas pembelajarannya.
Pada pekan kedua, design pembelajaran ini dieksekusi dan didokumentasikan untuk
mengukur dampak bagi siswa. Dokumentasi ini juga menjadi bahan refleksi dan evaluasi
untuk tindak lanjut serta rencana pengembangan implementasinya. Pada pekan ketiga
penulis menggunakan dokumen refleksi dan
hasil pembelajaran untuk berkoordinasi dengan Kepala Sekolah membentuk Tim
Kolaborator Mini Merdeka Belajar sebagai Pilot Project. Selanjutnya,
berkoordinasi dengan Kurikulum terkait implementasi konsep untuk mata pelajaran
lainnya, dilanjutkan dengan sosialisasi dan diskusi untuk membelajarkan Tim
Pilot Project. Setelah tim memahami dan belajar dari aksi yang dimodelkan oleh penulis,
anggota tim pionir dibantu untuk membuat Refleksi tentang kondisi kelas mereka dan
menyusun rencana pembelajaran kelas mata pelajarannya. Ke depannya, tim pionir akan
menjadi partner dari penulis dalam menularkan konsep integrasi toleransi dan
kolaborasi pada guru dan mata pelajaran yang lebih luas, dengan berbasis
refleksi diri baik dari sisi dampak suasana belajar maupun nilai-nilai
kehidupan sosial yang lebih luas dalam program dan lingkungan sekolah.
Dukungan yang dibutuhkan
Hal pertama yang diperlukan dalam Aksi ini
adalah izin dari Kepala Sekolah untuk melakukan pembelajaran sesuai dengan
kurikulum yang telah dikembangkan dengan integrasi topik yang dimaksudkan oleh penulis,
sekaligus mengkoordinasikannya dengan tim kurikulum sekolah. Demikian juga dengan izin Kepala Sekolah untuk
membentuk Tim Pilot Project sebagai partner kolaborasi permodelan bagi
guru-guru dan mata pelajaran yang lebih luas. Rekan sejawat yang diharapkan
untuk menjadi partner kolaborasi Aksi juga dihubungi secara pribadi agar tidak
ada rasa terpaksa. Wali kelas dan guru Bimbingan Konseling yang banyak mengambil
peran komunikasi dengan orangtua menjadi tim kolaborator dalam hal menjawab
pertanyaan orangtua yang rajin memantau kegiatan dan materi pembelajaran
peserta didik.
Hasil dan tindak lanjut
Alur
pembelajaran diawali dengan memberdayakan hasil refleksi atas kelas yang
dijalankan sebelumnya dan memperhatikan kondisi awal murid. Ketika mengetahui
kondisi psikologis siswa belum sepenuhnya nyaman, guru memberikan pemanasan
dengan aktivitas interaksi menyesuaikan dengan pembelajaran yang masih
sepenuhnya berlangsung secara daring. Sesudah itu, penulis memberikan stimulasi
berupa video dengan topik terkait untuk menyiapkan perasaan dan pikiran mereka
agar fokus pada materi sekaligus mengetahui tahap awal wacana mereka atas topik
yang akan diintegrasikan dengan materi utama kelas Bahasa Inggris.
Setelah
siswa siap, pembelajaran Bahasa Inggris melanjutkan penguatan konsep yang telah
dipelajari sebelumnya sekaligus melaksanakan tahap eksplorasi dan tahap lainnya
yang terkait. Pada aktivitas mendemonstrasikan pemahaman konsep dan
mengaplikasikannya untuk kebutuhan komunikasi secara nyata, siswa diminta untuk
menyelesaikan penugasan kelompok. Tugas kelompok ini berupa majalah “dinding”
(mading) kelas secara digital. Topik yang disampaikan dalam mading adalah
tentang toleransi. Demikian juga proses kerja siswa selama menyelesaikan tugas
diarahkan untuk berdasarkan refleksi sekaligus mengimplementasikan kolaborasi
yang berbasis pada toleransi. Setiap siswa berkontribusi dalam karya mading,
namun bentuk aktualisasi diri mereka disesuaikan dengan pilihan/minat yang
telah digali guru sebelumnya dalam tahap diagnosis nonkognitif.
Hasil
karya siswa yang mengusung aktualisasi diri dan potensi mereka, serta refleksi
sekaligus implementasi sikap toleransi dan kolaborasi dapat diakses pada
tautan:
https://padlet.com/mstyasksy1/TipsModelingToleranceCollab9B
https://padlet.com/mstyasksy1/TipsModelingToleranceCollab9A
https://padlet.com/mstyasksy1/TipsModelingToleranceCollab9C
Secara sekilas pandang, tampilan
visual dari karya mading digital kelas dapat dilihat pada gambar 2 dan gambar 3
di bawah ini.
Gambar 3. Karya
mading digital
Pada akhir
proses pembelajaran dengan materi berbahasa Inggris terkait dan diintegrasikan
dengan pemahaman sekaligus praktik baik dalam toleransi dan kolaborasi siswa
diajak melakukan refleksi diri. Gambar 4 adalah kumpulan sampel dari hasil
refleksi diri peserta didik atas perilaku toleransi siswa yang diutarakan
dengan konsep kalimat Bahasa Inggris yang telah dipelajari.
Gambar 4. Contoh Refleksi
Siswa
Pada
tahap ini, penulis mendapatkan hasil aksi dengan memuaskan. Sejumlah lebih dari
80% siswa memahami konsep yang dimaksudkan, dan pada saat yang sama melakukan
implementasi baik selama proses kolaborasi karya mading kelas secara digital
maupun dalam keseharian mereka. Persentase dapat dilihat pada Gambar 5. Proses
ini sekaligus membuktikan bahwa dalam keterbatasan model belajar secara daring,
kita tetap bisa menanamkan dan memelihara nilai-nilai positif sebagai bagian
dari Pendidikan Karakter Bangsa. Pembelajaran dengan model penugasan/asesmen
secara kolaboratif juga dapat dijalankan secara daring dengan menggunakan platform
yang tepat dan efektif. Untuk pembelajaran dengan tujuan ini, penulis
memanfaatkan ahaslides, padlet, dan komunikasi melalui chatting/percakapan/pesan
dan video whatsapp.
Gambar 5. Refleksi
atas pemahaman dan implementasi
Gambar 6. Diskusi
Kurikulum
Syukur
kepada Tuhan, niat baik di balik Aksi Nyata ini telah dilancarkan-Nya. Semoga
proses tindak lanjut mendapatkan restu dan dimudahkan juga. Sehingga, pendidikan
yang salah satunya dilaksanakan melalui pembelajaran yang berpihak pada anak
dengan Merdeka Belajar, berlandaskan Kurikulum Nasional, dan ditujukan untuk
melahirkan generasi dengan profil Pemuda Pancasila dapat terealisasi, diawali
dari Gerakan kecil di unit satuan pendidikan. Tentunya, apresiasi penulis
kepada pimpinan sekolah beserta staf dan rekan sejawat sangatlah besar, karena
berkat dukungan dan kolaborasi bersama beliau-beliau, Aksi Nyata ini terlaksana,
begitu juga bimbingan dari Fasilitator CGP Bapak Slamet Supriyadi, M.Ed. dan
pendamping Ibu Widayanti.
Comments
Post a Comment