HASIL AKSI NYATA
MODUL 1.3 – VISI GURU PENGGERAK (BAGJA)
TAMAN AYU KITA BISA
(KLINIK KASIH)
Herningtyas
Nurwulansari (PGP 1 – Kota Malang – SMPK Kolese Santo Yusup 1 Malang)
Latar belakang
Merdeka Belajar
yang berpihak pada anak seharusnya memberikan ruang bagi anak berkembang sesuai
kodrat alam dan kodrat zamannya. Demikanlah amanat Ki Hajar Dewantara dalam
Filosofi pendidikannya (Hadirkan
Pembelajaran Yang Berpihak Pada Murid, n.d.). Sebagai Calon Guru Penggerak
(CGP), penulis menyadari kesenjangan yang ada di
sekolah terkait potensi keberhasilan siswa. Tidak semua anak memiliki
kesempatan untuk menunjukkan hal terbaik dalam dirinya. Sementara itu, untuk meningkatkan
keberpihakan kepada anak CGP menyadari perlunya kolaborasi, sehingga perubahan
ini akan menjadi keberhasilan komunitas, bukan keberhasilan masing-masing
pribadi semata. Model manajemen BAGJA (Nurkaenah, n.d.) yang berlandaskan paradigma
inkuiri apresiatif diterapkan dalam proses aksi ini.
Tujuan
Aksi nyata kali
ini merupakan upaya dari CGP dalam hal memimpin upaya
perubahan cara pandang keberhasilan yang berfokus pada individu menjadi
keberhasilan komunitas. Cara yang ditempuh adalah dengan mengupayakan peluang
yang optimal pada setiap murid melalui Klinik Kasih. Selain itu, Aksi Nyata ini
juga menjadi salah satu realiasasi peran CGP dalam menggerakkan
kolaborasi komunitas warga sekolah demi memberikan hak merdeka siswa menemukan
potensi diri dan turut berkontribusi dalam keberhasilan Lembaga melalui budaya
baru Taman Ayu Kita Bisa.
Tolok Ukur
Aksi nyata ini
dapat dikatakan berhasil apabila persentase citra
diri positif dan motivasi intrinsik siswa MINIMAL 80%. Selain itu, persentase
yang menggambarkan profil sekolah terkait potensi/kekuatan/capaian siswa dari
berbagai unsur (akademik, non-akademik, karakter) memenuhi standar MINIMAL 80%.
Pada saat aksi nyata ini dilakukan, kebijakan pemerintah
belum memungkinkan bagi sekolah untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Dengan
demikian, upaya terkait aksi hanya dapat dilaksanakan secara daring, sehingga
penetapan tolok ukur keberhasilan perlu disesuaikan, dengan mengambil pola
sampling pada kelas di mana CGP memiliki akses secara intensif sehingga
pendampingan dan pemantauan hasil aksi dapat dilakukan secara lebih efektif.
Linimasa tindakan yang akan dilakukan
Selanjutnya akan
disampaikan alur linimasa yang telah dirancang dengan beberapa penyesuaian. Pada pekan pertama aksi, dilaksanakan refleksi dan
mendokumentasikannya. Bahan refleksi digunakan untuk merancang rencana aksi
dengan paradigma BAGJA. Sesudahnya, dilakukan koordinasi dengan Kepala Sekolah
dan membentuk Tim Klinik Kasih sebagai tim pionir atau modeling.
Pada pekan kedua dilakukan koordinasi dengan Tim Klinik
Kasih (CGP, Kurikulum, Kesiswaan, BK, Humas, IT/TPS) untuk mengkonfirmasi deskripsi
tugas, tujuan, indikator keberhasilan, penentuan media profil capaian,
pelaporan, evaluasi, tindak lanjut, dengan pedoman linimasa masing-masing
proses tindakan. Selanjutnya, dilaksanakan sosialisasi kepada siswa dan rekan
sejawat. Sosialisasi juga ditindaklanjuti dengan kuisioner terhadap guru untuk
pemetaan potensi dan pendampingan. Sedangkan untuk siswa, data potensi telah
dimiliki oleh kesiswaan dan kurikulum.
Pekan keempat menjadi
waktu analisis, yang meliputi penilaian hasil belajar dan sikap/cara pandang
siswa sebagai dampak dari aksi yang dijalankan ini. Untuk meningkatkan dampak
positif dan motivasi intrinsik, Klinik Kasih dilengkapi dengan Peluncuran
profil warga/komunitas sekolah yang terkoneksi dengan pusat pembelajaran.
Rangkaian aksi tentu saja diakhiri dengan refleksi dan umpan balik warga
sekolah, sebagai bahan pelaporan tindakan, evaluasi dan penyusunan rencana
tindak lanjut.
Dukungan yang dibutuhkan
Perhatian utama
dalam aksi ini adalah Program Klinik Kasih dengan segala detail pendukungnya
yang melibatkan lokasi, sarana, dan SDM sekolah. Oleh karenanya, izin Kepala
Sekolah sekaligus sebagai penanggung jawab Satuan Pendidikan menjadi hal yang
pertama untuk diupayakan. Selanjutnya, koordinasi dan kolaborasi dengan staf
dan unsur terkait (Kurikulum, Kesiswaan, BK, Humas, IT/TPS) telah dijembatani sekaligus
melalui izin yang telah diberikan oleh pimpinan. Secara khusus diperlukan
konfirmasi kesediaan guru/rekan sejawat menjadi Tim Klinik Kasih. Yang
terutama, keterlibatan murid secara sukarela dalam program ini, dengan pemahaman
positif orangtua atas niat baik Program Klinik Kasih. Sedangkan untuk keperluan
database tentang siswa dan guru/tendik, kuesioner, analisis data, sosialisasi
Aksi Klinik Kasih, peluncuran Profil hasil Klinik Kasih akan sangat bergantung
pada Tim IT dan media sekolah.
Hasil Aksi dan Tindak Lanjut
Sesuai dengan aktivitas pada linimasa, izin dari Kepala Sekolah diperoleh dengan cepat karena Program Guru Penggerak ini mendapat dukungan beliau sepenuhnya. Demikian juga proses koordinasi dengan rekan guru selaku Tim Inti dari aksi Klinik Kasih ini berjalan dengan lancar walau harus dilalui secara daring dengan segala keterbatasannya. Dapat dilihat pada gambar 1 saat koordinasi dilakukan.
Pengambilan data
untuk refleksi juga mendapatkan kemudahan, karena secara akademik semua data
dari Kurikulum tersedia, sedangkan untuk potensi siswa, Staf Kesiswaan telah
memiliki dokumen. Pada eksekusi yang dilakukan penulis, dengan keterbatasan sistem
daring dan komunikasi dengan murid, maka diputuskan untuk melaksanakan proyek
aksi dengan sistem modeling. Penulis menggunakan siswa dalam kelompok terbatas
sebagai sample aksi. Oleh sebab itu, persentase ketercapaian aksi ini nantinya
belum merupakan hasil proses bersama seluruh siswa dalam Satuan Pendidikan, melainkan
hasil dari kelompok siswa yang dijadikan sebagai model.
Pada level murid,
aktivitas Klinik Kasih dilaksanakan dalam beberapa cara. Cara pertama,
pendampingan dalam hal akademik, didukung dengan program sekolah bertajuk
Klinik Belajar. Di sini, murid dipantau oleh guru pendamping kelompok
belajarnya. Guru BK menjadi konselor yang fokus pada hal-hal khusus terkait
motivasi dan masalah belajar murid. Capaian nilai bagus diposisikan sebagai “bonus”
atas keberhasilan pendampingan yang diberikan. Guru mata pelajaran mengambil
peran pada murid-murid yang memerlukan bantuan terkait mata pelajaran yang diampu.
Sedangkan guru-guru secara umum mengambil peran untuk memantau siswa yang
memiliki potensi non-akademik dan mengambil peran pembinaan apabila guru yang
bersangkutan memiliki potensi yang linier dengan minat/bakat/potensi murid tersebut.
Peran ini adalah cara kedua yang ditempuh terkait Klinik Kasih. Cara ketiga
adalah dokumentasi potensi siswa dalam portfolio digital yang terkoneksi dalam
sistem pembelajaran daring satuan Pendidikan melalui media Google-site. Dalam
halaman website pribadi ini, para murid (modeling) diajak untuk mendokumentasikan
nilai-nilai positif pada dirinya, dari sisi akademik, non-akademik,
keterampilan, bahkan karakter. Tujuan utama tentu untuk menumbuhkan rasa
syukur, rasa diapresiasi, yang muaranya adalah tumbuh/berkembangnya motivasi
diri dan citra positif murid. Gambar 4 sampai dengan gambar 8 merupakan contoh konten
website Klinik Kasih murid yang bertajuk “Aku Berharga”.
Harus diakui, tidak mudah untuk
mengajak murid fokus pada potensi dan nilai diri positif. Hal ini dikarenakan
murid telah mengalami belasan tahun (sebagai siswa SMP) perlakuan direndahkan,
dianggap tidak mampu, dibanding-bandingkan, mendapat label negatif bodoh atau
tidak bisa apa-apa, dan hal-hal lain senada, baik secara disengaja maupun tidak
sengaja. Yang menyedihkan, kondisi tersebut justru banyak berawal dari rumah.
Sekolah juga menjadi tempat yang subur untuk praktik pembunuhan karakter dan
kodrat murid ini.
Bagaimanapun,
tak ada hal yang tidak mungkin. Dengan niat baik dan komunikasi efektif, pada
akhirnya, sebagian besar siswa memiliki keberanian untuk menemukan nilai diri
mereka, baik secara karakter maupun potensi. Bahkan, untuk mengkonfirmasi
kondisi ini, penulis mengajak kelompok siswa ini, yang berjumlah 77 orang untuk
mencuplik sebagian kecil dari “almari Aku Berharga” mereka untuk dtuangkan
dalam tulisan, yang sekaligus mendukung pembelajaran KD. Kumpulan cuplikan ini,
rencananya akan ditindaklanjuti menjadi sebuah buku yang diterbitkan dalam Bahasa
Inggris dan ber-ISBN. Pada saat kisah Aksi CGP ini sampai kepada para pembaca,
proses editing untuk menerbitkan buku ini sedang dikerjakan oleh penulis. Pada
gambar 9 dapat dilihat salah satu contoh tulisan yang belum tuntas proses
editing dari sisi unsur kebahasaannya, namun secara substansi isi sudah
menunjukkan bahwa Aksi Klinik Kasih ini memberi ruang bagi siswa untuk melakukan
aktualisasi diri secara positif. Apabila konten tersebut berikut website Aku
Berharga diakses orangtua mereka, dan orangtua “disiapkan” untuk memberikan
respon “yang tepat/sesuai harapan”, tak perlu diragukan lagi energi positif
yang memenuhi jiwa siswa-siswi remaja tersebut.
Pada Klinik Kasih dengan metode
ini, 70 siswa merespon dengan baik. Artinya lebih dari 80% siswa dalam sample Aksi
Nyata ini memberikan respon baik terhadap upaya menumbuhkan citra diri positif diri.
Sedangkan dari sisi aktivitas akademik, berlaku persentase yang kurang lebih
sama terkait respon siswa dalam aktivitas pembelajaran yang tentu berdampak
pada capaian hasil belajar secara akademik. Hal ini membuktikan bahwa perubahan
itu harus datang dari diri sendiri.
Karena
Aksi CGP ini merupakan kolaborasi dengan SDM dalam Satuan Pendidikan, maka
sungguh menggembirakan ketika Klinik Kasih ini mendapatkan respon yang baik,
didukung oleh tim, dan setiap anggota tim Klinik Kasih memiliki harapan optimis
yang sama tentang citra sekolah yang bertumbuh melalui Klinik Kasih, seperti
tampak pada gambar 10.
Pada tahap tindak lanjut,
berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan, Tim Klinik Kasih akan merangkul
lebih banyak guru untuk melakukan eksekusi Aksi pada lingkup siswa yang lebih
luas, sehingga dampak yang diperoleh semakin signifikan dan sungguh-sungguh
mewakili profil Sekolah yang lebih berpihak pada anak.
Penutup
Syukur pada Tuhan, walaupun penuh dengan keterbatasan dan harus melalui beberapa penyesuaian dari rencana semula, Aksi ini tetap memberikan hasil yang menggembirakan. Sebagai sebuah tahap awal, respon positif dan sikap optimis warga sekolah atas program ini memberikan harapan atas hadirnya sebuah budaya baru yang akan mengubah wajah atau profil sekolah menjadi lebih ramah bagi murid dengan aneka potensi. Bagaimanapun, sejatinya, pendidikan itu bukan soal kalah-menang, bukan demi ranking, bukan tentang sekadar angka (Putri, 2019), namun memberikan hak murid untuk merasakan sukses dalam pendidikannya, sesuai fitrah (Pramudita, 2019) yang disematkan oleh Sang Pencipta. Sukses itu, tiada lain adalah kesempatan mendapatkan apresiasi atas upaya terbaik murid, melalui sisi terbaik dirinya. Terima kasih penulis haturkan pula kepada Fasilitator CGP Bapak Slamet Supriyadi, M.Ed. dan pendamping Ibu Widayanti, atas apresiasi tak berkesudahan, motivasi, dukungan, wawasan yang dibagikan, menjadikan kekuatan sekaligus teladan bagaimana interaksi guru dan murid akan memberikan dampak yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Hadirkan Pembelajaran Yang Berpihak
Pada Murid. (n.d.).
https://pk.kemdikbud.go.id/read-news/hadirkan-pembelajaran-yang-berpihak-pada-murid
Nurkaenah, N. (n.d.). “BAGJA” dan
Paradigma Inkuiri Apresiatif.
https://www.kompasiana.com/nenanurkaenah4323/5fb68b8dd541df51fd04a452/bagja-dan-paradigma-inkuiri-apresiatif?page=all
Pramudita, A. (2019, March 29). 8
Fitrah Anak yang Harus Dipahami untuk
Pendidikan Berbasis Islami. IDN Times. https://www.idntimes.com/life/family/arina-pramudita/8-fitrah-anak-yang-harus-dipahami-untuk-pendidikan-berbasis-islami-c1c2/1
Putri, A. (2019, June 28). Ranking
Bukan yang Utama, Kenali Potensi Kecerdasan Majemuk Anak. Tirto.Id.
https://tirto.id/ranking-bukan-yang-utama-kenali-potensi-kecerdasan-majemuk-anak-eddf
Comments
Post a Comment